Saudari , Saudara, Ibu, Bapak sekalian yang saya muliakan,
Betapa perih dan sedih hati saya ketika menyaksikan berita di TV bahwa tayangan infotainment akan disensor karena dikategorikan sebagai tayangan non-faktual. Bertambah sedih hati saya ketika para wakil rakyat yang saya dan teman-teman serta keluarga saya pilih juga ikut-ikutan mendukung penyensoran atas tayangan infotainment. Bahkan penyiar berita favorit saya yang aduhai cantiknya juga sepertinya ikut-ikutan mendukung penyensoran tersebut. Luluh-lantaklah sudah hati saya, remuk berkeping-keping, berserakan di atas lautan duka.
Ibu, Saudara, Saudari , Bapak sekalian yang saya hormati,
Saya tidak dapat menerima alasan infotainment harus disensor. Apanya yang harus disensor, apanya yang non-faktual. Saya tidak pandai berargumentasi, namun agar keluh-kesah saya menjadi jelas, berikut ini saya uraikan ketidakmengertian saya tentang niatan untuk menyensor infotainment.
1. Jika tayangan infotainment harus disensor, maka secara langsung pertanyaan yang muncul adalah: apa yang harus disensor ?, standar apa yang digunakan untuk menyensor ?, apakah yang disensor adalah naskah infotainment atau tayangan infotainment atau keduanya ?.
2. Jika tayangan infotainment harus disensor, maka lembaga mana yang berwenang melakukan sensor, apakah Lembaga Sensor Film (LSF) yang dianggap oleh beberapa sineas muda bersikap arogan dalam melakukan penyensoran ?, apakah LSF dapat diperkenankan menyensor tayangan yang bukan film ?, jika bukan LSF, maka lembaga mana yang akan melakukan penyensoran mengingat hingga kini tidak ada lembaga lain yang berwenang melakukan penyensoran selain LSF ?.
3. Apakah infotainment menghancurkan moral bangsa ?, apakah infotainment menistakan kehormatan bangsa ?, apakah infotainment menjadikan masyarakat malas ?, apakah infotainment menjadikan masyarakat senang untuk saling fitnah ?, apakah infotainment membuat bodoh masyarakat ?. Bagaimana dengan tayangan kriminal yang tiap hari muncul di TV dengan berbagai modus operandi ?, bagaimana dengan tayangan debat di TV yang mempertontonkan sikap saling bermusuhan ?, bagaimana dengan tayangan sinetron dengan ratusan seri yang berisi tipu-muslihat licik?, bagaimana dengan sikap para penyelenggara negara yang kekayaannya fantastis tidak sesuai dengan penghasilan resminya ?, bagaimana dengan para penjahat jalanan yang menteror masyarakat setiap hari, pagi, siang, malam di angkutan umum, di trotoar, di tempat hiburan ?. Bukankah kebobrokan moral, kenistaan, kemalasan, kejahatan dan kebodohan masyarakat bersumber dari banyak hal ?, apakah jika tayangan infotainment disensor lantas secara otomatis semuanya akan menjadi baik atau setidaknya sedikit lebih baik ?, apa jaminannya ?, bagaimana dengan nasib para pekerja infotainment ?, apakah negara nantinya bersedia untuk memberikan pekerjaan bagi para pekerja infotainment yang terpaksa harus menjadi pengangguran ?.
4. Bukankah infotainment dapat menjadi sarana kedekatan para penggemar dengan artis pujaannya ?, bukankah ini dapat memberikan rasa suka cita kepada para penggemar (yang jangan juga merupakan manusia) ?, bukankah para penggemar juga ingin bersimpati dan bahkan berempati atas perkara-perkara yang menimpa sang artis pujaannya ?, bukankah para penggemar juga ingin mengetahui motor atau mobil baru yang dimiliki oleh sang artis pujaaan, kedekatan sang artis pujaan dengan “someone” juga adalah hal yang menarik untuk disimak bagi para penggemar ?, apakah para penggemar tidak berhak menyaksikan tayangan-tayangan tersebut jika sang artis pujaannya justru berkenan untuk diliput ?, jika artis pujaan saja berkenan untuk diliput, apa hak negara untuk ikut campur melakukan penyensoran ?.
5. Apakah penyensoran layak dilakukan di tengah masyarakat yang selama puluhan tahun lebih dibelenggu kebebasan memperoleh informasi ?, siapa individu yang pantas untuk direkrut menjadi anggota tim penyensoran ?, apa jaminannya bahwa penyensoran tidak merambah ke aspek-aspek lainnya yang justru pada akhirnya akan memenjarakan kebebasan memperoleh informasi ?, apa jaminannya bahwa lembaga penyensoran tidak digunakan sebagai alat politik ?.
6. Bukankah harus dibedakan antara perbuatan kriminal dengan kegiatan meliput kehidupan artis ?, jika pekerja infotainment melakukan tindakan tidak menyenangkan ketika meliput berita tentang artis, bukankah lebih tepat jika yang bersangkutan diadukan ke dewan pers ?, bukankah jika memang terbukti bersalah, maka pekerja infotainment beserta seluruh timnya (termasuk perusahaan) juga akan memperoeh sanksi ?, kenapa harus dengan jalan penyensoran, kenapa tidak menggunakan mediasi dewan pers seperti selama ini dimanfaatkan oleh para pekerja “berita formal” ?.
7. Apa sebenarnya yang menjadi perbedaan hakiki antara infotainment dengan tayangan berita formal ?, apakah karena infotaintment tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baku atau tidak beretika ?, bukankah bahasa Indonesia yang baku itu sangat menjemukan ?, apakah semua pekerja tayangan berita formal menggunakan bahasa Indonesia baku ?, apa yang dimaksud dengan beretika ?, bukankah jika kepolisian mengecam sampul majalah Tempo yang menggambarkan polisi dengan babi-babi pink hal tersebut berarti kepolisian menganggap pekerja Tempo (yang dianggap sebagai jago jurnalistik) tidaklah beretika ?, bukankah jika Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tayangan berita formal yang terlalu sering menayangkan kasus video mesum Ariel-Luna-Tari hal tersebut berarti para pekerja tayangan berita formal dianggap tidak beretika oleh KPAI ?, bukankah sering disaksikan di TV bagaimana para wartawan berita formal dengan galak dan rusuh berdesak-desakan mencecar sumber berita sehingga terlihat kondisi sumber berita begitu mengenaskan ?, apakah tindakan tersebut beretika ?, apakah jika tidak menggunakan tata bahasa Indonesia yang baku lantas serta merta infotainment yang ditayangkan dapat dikelompokan sebagai tayangan fiksi ?, bukankah telah lama sastra (dengan berbagai variasinya) berperan penting ketika jurnalisme dibungkam oleh penguasa ?, bukankah layak jika penggunaan bahasa dalam tayangan infotainment dianggap sebagai karya sastra, tidak hanya dinilai dari sisi jurnalistik ?, bukankah perbedaan bahasa jurnalistik dan sastra amat tipis ?, bukankah prinsip jurnalistik adalah objektivitas dan independensi ?, bukankah tayangan infotainment juga menjungjung tinggi prinsip tersebut ?, bukankah banyak juga penyimpangan yang dilakukan oleh pekerja berita forma ?, mengapa para pekerja berita formal dapat memperoleh mediasi dewan pers, sedangkan tayangan infotaintment tidak ?.
8. Bukankah kebebasan adalah penting ?, bukankah kebebasan akan sulit diraih kembali ketika kebebasan tersebut telah direnggut ?, bukankah kebebasan berbeda dengan kriminalisme ?, bukankah kebebasan menjadikan setiap individu dapat menghargai hidup dan kehidupan dengan cara yang bermartabat ?, bukankah kebebasan dapat menjadikan setiap individu tidak merasa dirinya berhak atas kehidupan orang lain ?, bukankah kebebasan menghalangi munculnya otoritarianisme ?, bukankah layak dan penting bagi setiap invididu untuk menyerang segala bentuk penyensoran dan intervensi tanpa adanya kesepakatan bersama ?, bukankah yang menanggung derita hidup dan kehidupan adalah setiap pribadi, bukan orang lain ?, bukankah itu berarti setiap pribadi berhak untuk merencanakan dan menjalankan hidup sebagaimana yang dikehendakinya selama yang bersangkutan tidak melakukan tindakan yang secara sengaja mengintervensi dan mengintimidasi orang lain tanpa adanya kesepakatan bersama ?.
Ini semua adalah keluh-kesah dari saya sebagai seorang penggemar tayangan infotainment. Saya tidak menuntut Bapak, Ibu, Saudara, Saudari , sekalian untuk berpikir dan bertindak seperti saya, namun saya tidak akan membiarkan siapapun mengintervensi hidup saya, menentukan secara arogan apa yang baik dan buruk bagi hidup saya, selama ini saya dapat bertahan hidup karena jerih payah saya sendiri, jadi hidup saya adalah milik saya, jika ada yang berniat mengintervensi hidup saya, maka saya juga merasa berhak untuk balik mengintervensi hidup pihak yang telah mengintervensi hidup saya. Kebebasan adalah nafas hidup saya. Kebebasan memampukan saya untuk hidup dengan penuh kemuliaan, tidak cengeng, penuh tanggung jawab, dan ksatria. Jadi jangan coba-coba mengintervensi hidup saya.
“jika kami bersama nyalakan tanda bahaya
jika kami berpesta hening akan terpecah
aku, dia dan mereka memang gila memang beda
tak perlu berpura-pura memang begini adanya
dan kami di sini akan terus bernyanyi
dan jika kami bersama nyalakan tanda bahaya
musik akan menghentak, anda akan tersentak
dan kami tahu anda bosan dijejali rasa yang sama
kami adalah kamu, muda, beda dan berbahaya
lepaskan semua belenggu yang melingkari hidupmu
berdiri tegak menantang di sana di garis depan
aku berteriak lantang untuk jiwa yang hilang
untuk mereka yang selalu tersingkirkan
ketika tiada beban lagi untuk berlari
ketika tiada orang yang akan peduli
aku dan dia selalu menunggumu di sini
angkat sekali lagi
dan kami di sini akan terus bernyanyi
dan jika kami bersama nyalakan tanda bahaya
musik akan menghentak, anda akan tersentak
dan kami tahu anda bosan dijejali rasa yang sama
kami adalah kamu, muda, beda dan berbahaya
dan kami di sini akan terus bernyanyi
dan jika kami bersama nyalakan tanda bahaya
musik akan menghentak, anda akan tersentak
dan kami tahu anda bosan dijejali rasa yang sama
kami adalah kamu, muda, beda dan berbahaya
dan jika kami bersama nyalakan tanda bahaya
musik akan menghentak, anda akan tersentak
dan kami tahu anda bosan dijejali rasa yang sama
kami adalah kamu, muda, beda dan berbahaya
hoooooooooo”
Duren Sawit, 22 Juli 2010
RD
Update :
MUI Haramkan infotainment. Sumber dari Kompas.com
Note : Artikel ini adalah copypaste dari postingan temen saya. Untuk curahan hati yang lebih lengkap, silahkan langsung ke TKP
Sumber pic
Tuesday, July 27, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment